Ditulis oleh : Azmi Dt.Bagindo pada Cimbuak.net, Rabu, 02 April 2008
Malakok di minangkabau adalah proses bergabungnya seseorang dengan adat minangkabau, sehingga orang tersebut bisa disebut orang minang.”Malakok”, ado tiga kelompok anggota masyarkat atau pendatang yang berasal dari luar adat nan salingka nagari atau dari luar Minangkabau yang dapat di lakokkan atau dimasukkan kedalam sebuah suku yang ada di nagari-nagari di Minangkabau, seperti Urang Samando, anak ujung ameh atau anak pusako, dan para pendatang baik sebagai pegawai atau pedagang yang tinggal dalam waktu lama di Minangkabau.
I. Urang Samando :
Memang setiap urang sumando yang berasal dari luar atau dari luar adat nan salingka nagari atau dari luar Minangkabau, sebaiknya di lakokkan atau dimasukan kedalam sebuah suku yang ada di nagari tersebut, dan kemudian diberikan gelar dari suku tempat dia malakok itu. Hal ini tentu berpedoman kepada istilah dalam adat, “Datang tampak muko bajalan tampak pungguang, masuak bapahalau kalua bapalacuaik”. Artinyo adolah, adanya permintaan dari yang bersangkutan, atau penawaran dari pihak kita terhadap mereka dan keluarga besar mereka. Hal nangko sesuai pulo dengan istilah adat “Kok inggok mancukam, kok tabang basitumpu, inggok mancari suku tabang mancari indu”. `”Atau ” dima bumi dipijak disinan langik dijunjung, dima aia disauak disinan ranting dipatah`” Dari pihak kita tentu terlebih dahulu harus menjelaskan apa manfaat dari hal tersebut, baik terhadap pribadi dan rumah tangga mereka berdua, begitu juga terhadap keluarga besar kedua belah pihak, hal ini harus dijelaskan secara rinci, karena tak tahu maka tak kenal, tak kenal maka tak sayang. Bahwa dengan dilakokkan atau dimasukkan dia kesebuah suku, maka dia sebagai seorang sumando, telah duduak samo randah dan tagak samo tinggi dengan sumando-sumando nan lain sesuai dengan aturan adat nan balaku di nagari. Menurut aturan adat Minangkabau nan Asli, bahwa sistem perkawinan menganut sistem matrilokaal, yaitu si suami tinggal di rumah istri dan rumah itu adolah rumah milik adat atau milik angota kaum yang telah ada secara turun temurun. Maka untuk sebagian daerah setiap urang sumando atau manantu menurut aturan adat harus di jemput telibih dahulu, yaitu adat diisi limbago dituang, sekalipun perkawinan samo-samo sanagari. Untuk daerah tertentu sekalipun perkawinan sesama sanagari yang terjadi di rantau, dan marapulainyo alun di japuik, mako jika dia pulang kakampung harus dilakukan penjemputan terlebih dahulu, sekalipun dalam bentuk yang sangat sederhana, dengan mengutus seseorang dengan membawa siriah dalam sapu tangan dan di nanti oleh mamak dan urang sumando dari pihak keluarga sabalah. Tata cara penjemputan sesuai dengan tata cara adat yang berlaku di nagari yang bersangkutan, atau atas kesepakatan kedua belah pihak, dan saindak-indak siriah langkok dalam carano. Sebaiknya di jelaskan apa yang dimaksud atau filosofi siriah dalam carano itu. Karena pada umumnya orang luar Minang banyak juga yang menggunakan siriah sebagai kepala baso-basi. Diusahakan jangan terkesan bahwa kita memaksakan kehendak, dengan mangatokan nan caro awak nan paling elok atau nak baragiah gadang ke awak, tetapi nyatokanlah bahwa hal tersebut demi untuak saling menghormati, dan demi keutuhan rumah tangga kedua belah pihak dikemudian hari dengan landasan, “lain lubuak lain ikannyo, lain padang lain bilalang`”. Kiranya di jelaskan pula bahwa, “condong mato iyo ke nan elok, condong salero kenan iyo ke nan lamak, tapi mato indak sapandangan, salero indak saraso. Mato awak mamandang sumbang di urang pamenan hiduik paduniran, di awak lamak gulai padeh, diurang lamak gulai manih”. Dengan arti kito pun mempersilahkan kepada mereka untuak melakukan tata cara menurut adat mereka yang tentu ada pula manfaatnya terhadap kerukunan rumah tangga mereka dan kedua keluarga besar. Dan jika kita mendapat bisan atau menatu orang Jawa atau orang luar, sebaiknya kemukakan dari awal bahwa, apa bila anak atau kemanakan kita berada ditempat mereka, dia harus Jawa atau harus dapat pula mengikuti adat dan cara-cara mereka, dan tentu begitu pula sebaliknya, apabila dia berada di tempat kita, dia harus Minang, jadi usahakanlah jangan bercampur air dengan minyak atau sekandang itiak dengan ayam sakandang lai sabaun indak, hal ini tentu sesuai pula dengan lambang negara kita “Bhinneka Tunggal Ika”, bermacam-macam hanya untuk satu tujuan. Manfaat malakok adalah sangat besar terhadap urang sumando yang datang dari luar, segala haknya dalam kehidupan bermasyarakat akan terlindungi terutama dalam hubungan suami istri. Jika terjadi perselisihan diantara mereka berdua, yang dia tidak mampu untuak manyalasaikan, maka dia dapat mengadu kepada mamak atau keluarga tempat dia malakok, mamak atau keluarga tempat dia malakok akan bertendak sebagai penengah dan sekaligus mambelah hak-haknya menurut aturan adat nan balaku di nagari, kusuik disalasaikan kok karuak di janiakkan, anyuik dipintek. Artinya dia tidak perlu menjemput mamak atau keluarganya yang berada di tanah Jawa untuak manyalasaikan persoalannya itu. Selanjutnya tentu harus di jelaskan kepada mereka secara berhadapan, kepada suku atau keluarga mana dia dilakokkan, dan syarat-syarat apa nan harus dipenuhi dan dilakukkan yaitu “adat diisi limbago dituang”. Ada yang dengan memotong kerbau, kambing atau ayam sesuai dengan kemampuan atau kesepakatan, indak panuah kateh, saindak-indaknyo panuah kabawa, tetapi nan siriah di langkok dalam carano ijan di tinggakan, karena siriah langkok sangat besar besar artinyo menurut adat di Minangkabau.
II. Anak Pusako :
Untuk anak pusako atau anak ujung ameh, sebaiknyo juga dilakokkan atau dimasuakkan kesebuah suku di nagari, sesuai dengan nagari asal ayahnya dan kasuku nan babeda jo suku ayahnyo. Secara umum hal-hal nanlah kito terangkan diateh berlaku juo buat anak pusako atau anak ujung ameh, namun ada beberapa hal nan paralu di tambahkan antara lain adalah : Pungsi serta keberasilan seorang ayah dalam membina hubungan anak dengan keluarga bako atau dengan dunsanak kemanakannya sangatlah menentukan dalam masalah malakokan atau mamasukan seorang anak kepada sebuah suku di Minangkabau. Dia tidak akan menemui kesilitan dalam hal malakokkan anaknya kesebuah suku di Minangkabau jika dia mengerti dan memahami serta melaksanakan apa disebutkan dalam pepatah “anak di pangku kemanakan dibimbing, urang kampung di patenggangkan, tenggang nagari jan binaso”. Jika hal itu tidak terlaksana dengan baik sangatlah tidak mungkin akan berhasil, kerena dengan bako saja hubungan tidak baik, bagaimana dengan masyarakat nagari ?. Persoalan ini tidak dapat dijadikan menjadi peraturan adat nan salingka nagari, karena hal tersebut tergantung kepada baik dan buruknya hubungan peribadi antara anak pusako dengan keluarga bakonya. Perana keluarga bako sangatlah menentukan karena keluarga bako inilah yang akan bertindak dan melaksanakannya. Dengan mencarikan sebuah suku yang kiranya dapat menerima anak tersebut untuk dilakokan dan masuk manjadi anggota keluarga dari suku tersebut. Dalam pelaksanaan malakok yang paling penting adolah kesediaan dari pendatang tadi untuak maikuti segalo aturan-aturan nan berlaku menurut adat, kok baiyua satolah maisi kok malangkah ikuiklah mairing, kailia satolah sarangkuah dayung kamudiak satolah saantak laga dan nanpaling penting samo-samo manjago nama baik keluarga. Demikianlah nan dapek ambo sampaikan mudaha2an ado manfaatnyo.
Memang setiap urang sumando yang berasal dari luar atau dari luar adat nan salingka nagari atau dari luar Minangkabau, sebaiknya di lakokkan atau dimasukan kedalam sebuah suku yang ada di nagari tersebut, dan kemudian diberikan gelar dari suku tempat dia malakok itu. Hal ini tentu berpedoman kepada istilah dalam adat, “Datang tampak muko bajalan tampak pungguang, masuak bapahalau kalua bapalacuaik”. Artinyo adolah, adanya permintaan dari yang bersangkutan, atau penawaran dari pihak kita terhadap mereka dan keluarga besar mereka. Hal nangko sesuai pulo dengan istilah adat “Kok inggok mancukam, kok tabang basitumpu, inggok mancari suku tabang mancari indu”. `”Atau ” dima bumi dipijak disinan langik dijunjung, dima aia disauak disinan ranting dipatah`” Dari pihak kita tentu terlebih dahulu harus menjelaskan apa manfaat dari hal tersebut, baik terhadap pribadi dan rumah tangga mereka berdua, begitu juga terhadap keluarga besar kedua belah pihak, hal ini harus dijelaskan secara rinci, karena tak tahu maka tak kenal, tak kenal maka tak sayang. Bahwa dengan dilakokkan atau dimasukkan dia kesebuah suku, maka dia sebagai seorang sumando, telah duduak samo randah dan tagak samo tinggi dengan sumando-sumando nan lain sesuai dengan aturan adat nan balaku di nagari. Menurut aturan adat Minangkabau nan Asli, bahwa sistem perkawinan menganut sistem matrilokaal, yaitu si suami tinggal di rumah istri dan rumah itu adolah rumah milik adat atau milik angota kaum yang telah ada secara turun temurun. Maka untuk sebagian daerah setiap urang sumando atau manantu menurut aturan adat harus di jemput telibih dahulu, yaitu adat diisi limbago dituang, sekalipun perkawinan samo-samo sanagari. Untuk daerah tertentu sekalipun perkawinan sesama sanagari yang terjadi di rantau, dan marapulainyo alun di japuik, mako jika dia pulang kakampung harus dilakukan penjemputan terlebih dahulu, sekalipun dalam bentuk yang sangat sederhana, dengan mengutus seseorang dengan membawa siriah dalam sapu tangan dan di nanti oleh mamak dan urang sumando dari pihak keluarga sabalah. Tata cara penjemputan sesuai dengan tata cara adat yang berlaku di nagari yang bersangkutan, atau atas kesepakatan kedua belah pihak, dan saindak-indak siriah langkok dalam carano. Sebaiknya di jelaskan apa yang dimaksud atau filosofi siriah dalam carano itu. Karena pada umumnya orang luar Minang banyak juga yang menggunakan siriah sebagai kepala baso-basi. Diusahakan jangan terkesan bahwa kita memaksakan kehendak, dengan mangatokan nan caro awak nan paling elok atau nak baragiah gadang ke awak, tetapi nyatokanlah bahwa hal tersebut demi untuak saling menghormati, dan demi keutuhan rumah tangga kedua belah pihak dikemudian hari dengan landasan, “lain lubuak lain ikannyo, lain padang lain bilalang`”. Kiranya di jelaskan pula bahwa, “condong mato iyo ke nan elok, condong salero kenan iyo ke nan lamak, tapi mato indak sapandangan, salero indak saraso. Mato awak mamandang sumbang di urang pamenan hiduik paduniran, di awak lamak gulai padeh, diurang lamak gulai manih”. Dengan arti kito pun mempersilahkan kepada mereka untuak melakukan tata cara menurut adat mereka yang tentu ada pula manfaatnya terhadap kerukunan rumah tangga mereka dan kedua keluarga besar. Dan jika kita mendapat bisan atau menatu orang Jawa atau orang luar, sebaiknya kemukakan dari awal bahwa, apa bila anak atau kemanakan kita berada ditempat mereka, dia harus Jawa atau harus dapat pula mengikuti adat dan cara-cara mereka, dan tentu begitu pula sebaliknya, apabila dia berada di tempat kita, dia harus Minang, jadi usahakanlah jangan bercampur air dengan minyak atau sekandang itiak dengan ayam sakandang lai sabaun indak, hal ini tentu sesuai pula dengan lambang negara kita “Bhinneka Tunggal Ika”, bermacam-macam hanya untuk satu tujuan. Manfaat malakok adalah sangat besar terhadap urang sumando yang datang dari luar, segala haknya dalam kehidupan bermasyarakat akan terlindungi terutama dalam hubungan suami istri. Jika terjadi perselisihan diantara mereka berdua, yang dia tidak mampu untuak manyalasaikan, maka dia dapat mengadu kepada mamak atau keluarga tempat dia malakok, mamak atau keluarga tempat dia malakok akan bertendak sebagai penengah dan sekaligus mambelah hak-haknya menurut aturan adat nan balaku di nagari, kusuik disalasaikan kok karuak di janiakkan, anyuik dipintek. Artinya dia tidak perlu menjemput mamak atau keluarganya yang berada di tanah Jawa untuak manyalasaikan persoalannya itu. Selanjutnya tentu harus di jelaskan kepada mereka secara berhadapan, kepada suku atau keluarga mana dia dilakokkan, dan syarat-syarat apa nan harus dipenuhi dan dilakukkan yaitu “adat diisi limbago dituang”. Ada yang dengan memotong kerbau, kambing atau ayam sesuai dengan kemampuan atau kesepakatan, indak panuah kateh, saindak-indaknyo panuah kabawa, tetapi nan siriah di langkok dalam carano ijan di tinggakan, karena siriah langkok sangat besar besar artinyo menurut adat di Minangkabau.
II. Anak Pusako :
Untuk anak pusako atau anak ujung ameh, sebaiknyo juga dilakokkan atau dimasuakkan kesebuah suku di nagari, sesuai dengan nagari asal ayahnya dan kasuku nan babeda jo suku ayahnyo. Secara umum hal-hal nanlah kito terangkan diateh berlaku juo buat anak pusako atau anak ujung ameh, namun ada beberapa hal nan paralu di tambahkan antara lain adalah : Pungsi serta keberasilan seorang ayah dalam membina hubungan anak dengan keluarga bako atau dengan dunsanak kemanakannya sangatlah menentukan dalam masalah malakokan atau mamasukan seorang anak kepada sebuah suku di Minangkabau. Dia tidak akan menemui kesilitan dalam hal malakokkan anaknya kesebuah suku di Minangkabau jika dia mengerti dan memahami serta melaksanakan apa disebutkan dalam pepatah “anak di pangku kemanakan dibimbing, urang kampung di patenggangkan, tenggang nagari jan binaso”. Jika hal itu tidak terlaksana dengan baik sangatlah tidak mungkin akan berhasil, kerena dengan bako saja hubungan tidak baik, bagaimana dengan masyarakat nagari ?. Persoalan ini tidak dapat dijadikan menjadi peraturan adat nan salingka nagari, karena hal tersebut tergantung kepada baik dan buruknya hubungan peribadi antara anak pusako dengan keluarga bakonya. Perana keluarga bako sangatlah menentukan karena keluarga bako inilah yang akan bertindak dan melaksanakannya. Dengan mencarikan sebuah suku yang kiranya dapat menerima anak tersebut untuk dilakokan dan masuk manjadi anggota keluarga dari suku tersebut. Dalam pelaksanaan malakok yang paling penting adolah kesediaan dari pendatang tadi untuak maikuti segalo aturan-aturan nan berlaku menurut adat, kok baiyua satolah maisi kok malangkah ikuiklah mairing, kailia satolah sarangkuah dayung kamudiak satolah saantak laga dan nanpaling penting samo-samo manjago nama baik keluarga. Demikianlah nan dapek ambo sampaikan mudaha2an ado manfaatnyo.
Emoticon