Breaking News
Join This Site
Kerajaan Pasumayan Koto Batu

Kerajaan Pasumayan Koto Batu

Kerajaan Pasumayan Koto Batu adalah kerajaan tradisional yang pertama berdiri di wilayah budaya Minangkabau. Kerajaan ini mempunyai pusat pemerintahan di wilayah sekitar lereng Gunung Marapi yang kemudian terkenal dengan nama Pariangan Padang Panjang.

Sejarah

Pada abad 1 Masehi, telah terjadi migrasi orang-orang dari anak benua India menuju Pulau Perca (Sumatera) dan mendirikan kerajaan yang bernama kerajaan Pasumayan Koto Batu di sekitar lereng Gunung Merapi. Rajanya bergelar Sri Maharaja Diraja dengan permaisurinya Puteri Inda Jalito.

Tapi mengenai keberadaan kerajaan ini masih sangat meragukan. Abdul Samad Idris hanya mendasarkan tulisannya kepada tambo (terombo) saja mengenai kerajaan ini. Di masa ini disebutkan sudah ada Cateri Bilang Pandai, sudah ada pemuka masyarakat yang bergelar datuk yaitu Datuk Bandaro Kayo dan Datuk Marajo Basa.

Struktur Pemerintahan

Dewan pertimbangan dipimpin oleh Sri Dirajo (Datuk Suri Dirajo). Ada dua orang yang mempunyai gelar mirip disini yaitu antara Datuk Marajo Basa dengan Sutan Marajo Basa yang kemudian bergelar Datuk Ketumanggungan.

Sutan Balun Datuk Perpatih Nan Sebatang juga sudah hidup di zaman ini. Begitu pula Sikalok Dunia Datuk Marajo Nan Bamego-mego serta Datuk Tantejo Garhano sudah ada di zaman ini. Wilayah kekuasaan kerajaan Pasumayan Koto Batu juga disebutkan dalam tambo secara kiasan saja tanpa dapat dijelaskan dimana sebenarnya nama-nama yang disebutkan.  Kerajaan ini meluas hingga nagari Pariangan dan Padang Panjang, Bukit Tamasu (pinggir Danau Singkarak) Pariangan dipimpin oleh datuk Bandaro Kayo. Sedang Padang Panjang oleh Datuk Marajo Basa.

Hukum yang diterapkan di tengah masyarakat disebut sebagai Undang-undang Simumbang Jatuh.
Raja kedua diwarisi oleh Datuk Suri Dirajo. Dimasa inilah berdirinya system pemerintahan Koto Piliang dan Bodi Caniago. Kerajaan meluas sampai ke Sungai Jambu, Bungo Setangkai dan Dusun Tuo di lima Kaum.
Selanjutnya gelar datuk ketumanggungan dan datuk perpatih nan sebatang diwariskan secara turun temurun.

Referensi

  • A. Samad Idris, Payung Terkembang, Pustaka Budiman, Kuala Lumpur, 1990