VII. Nagari Limo Kaum
Kata ahli adat, pada suatu ketika ninik Parapatiah nan Sabatang bersama lima pasang suami istri berlayar keluar dari nagari Pariangan Padang Panjang menuju tanah lapang yang ditumbuhi rimba berkampung kampung. Di situ kelima pasang tadi mencencang melateh membuat ladang dan dusun tua. Disitu ninik Parapatiah Nan Sabatang membuat rumah dibawah kayu bodi nago taram, kemudian dibuatnya pula sebuah balai di dusun tua itu yang berparit dan berpagar batu.
Sebab itu balai tadi dinamakan balai batu, lalu dibuat pula sebuah kubu dibaruh dusun tua tadi, yang dinamai kubu raja.
Lama kelamaan berkembang pula orang yang lima pasang tadi. Karena orang sudah ramai dibuat pula lima buah kampung seedaran dusun tadi, yang bernama kampung Balai Batu, Kampung Kubu Rajo, Kampung Belah Labuh, Kampung Dusun Tua(Kota Gadis) dan Kampung Kampai (Piliang). Kelima kampung ini akhirnya dinamakan Kampung Lima Kaum.
Kemudian menyusul pula dua belas pasang suami istri dari Pariangan Padang Panjang yang dipimpin oleh seorang Penghulu yang bergelar Datuk Tan Tejo Maharaja Nan Gadang. Penghulung badanya besar dan panjang kira kira sepuluh hasta panjangnya.
Sampai sekarang masih ada kubur beliau di kampung Pariangan, yang dikenal juga dengan kubur Datuk Tan Tejo Gurahana.
Mereka sampai di nagari yang bernama Jambu sekarang ini dan tidak dapat melanjutkan perjalanannya ke nagari Limo Kaum karena tidak ada jalan kesana. Lalu berkata Datuk Tan Tejo kepada orang yang dibawanya itu, katanya : "Kaniaklah (Kemarilah) kita berbalik" lalu surutlah mereka kembali sampai kesebuah dusun yang mereka beri nama Keniak.
Rupanya yang dimaksud dengan "ka niak" oleh datuk Tan Tejo tadi adalah kampung tabek sekarang ini. Disitu mereka berladang dan membuat taratak. Datuk Tan Tejo membuat sebuat tebat besar, lalu dibuat orang pula setumpak sawah dekat tebatnya itu dan di mudik sawah itu dibuat pula sebuah taratak, lama kelamaan taratak menjadi dusun dan dusun menjadi kampung pula, yang bernama kampung sawah tanah. Akhirnya kedua belas pasang itu terbagi dua. Sebagian tinggal bersama beliau dikampung Tebat dan sebagian lagi menetao dikampung Sawah Tangah.
Lama kelamaan berkembang pula orang dikampung Tabek dan kampungSawah Tangah itu. Datuk Tan Tejo mendirikan sebuah balai dikampung Tabek yang tonggaknya dari teras jilatang dan parannya dari akar lundang, sedang tabudnya dibuat dari batang pulut pulut, yang digetang dengan jangat tuma dan gendangnya dari padang seliguri.
Itulah keganjilan yang dibuat oleh Datuk Tan Tejo Maharaja Nan Gadang. Sampai kini tonggak jilatang dan gendang saliguri masih ada dikampung Tabek dan kampung Sawah Tangah. Selanjutnya karena telah berkembang kampung Tabek dan kampung Sawah Tangah dijadikan orang menjadi sebuah nagari yang bernama Nagari Tabek Sawah Tangah.
Oleh karena Nagari Tabek Sawah Tangah itu menjadi ramai dan sesak pula, mamak pecahan orang orang yang dua belas tadi pergi berladang merambah rimba kecil di kepala dusun tua tempat ninik Parapatiah Nan Sabatang tadi, tempat itu dinamai orang Parambahan.
Dari parambahan itu dibuat sebuah labuh arah ke kubu raja, tetapi mereka tidak berhasil karena karena terlalu susah, jalan mendaki dan menurun serta berbelok belok. Dan labuh itu diberi nama Taratak labuh.
Karena telah menjadi ramai pulang orang di taratak labuh, Parambahan dan Tabek Sawah Tangah merekapun semakin berkembang dantelah menbuat 12 koto disekitar nagari limo kaum. Kedua belas koto itu menurut penitahan ninik Parapatiah Nan Sabatang, yaitu :
1. Labuah
2. Parambahan
3. Silebuk
4. Ampalu
5. cubadak
6. Sianyang
7. Rambatan
8. Padang Magek
9. Ngungun
10. Panti
11. Pabaluran
12. Sawah jauh
Lama kelamaan koto nan duabelas ini ramai pula. Oleh ninik Parapatiah nan Sabatang ke dua belas koto ini sampai ke Tabek Tangah sawah dijadikan satu dengan orang yang berada di Limo Kaum dengan nama Limo Kaum dua Belas Koto. Kemudian dipecah lagi menjadi Limo Kaum Dua Belas Koto dan Sembilam Koto Didalam.
Adapun koto yang sembilan itu ialah dua-dua satu bilang : Tabek Bata dan Sela Goanda; Beringin dan Koto baranjak; Lantai Batu dan Bukit Gombak; Sungai Tanjung dan Barulak serta Raja Dani.
Oleh Ninik Parapatiah Nan Sabatang masyarakat nagari Lima Kaum yang Dua Belas Koto itu sampai ke Tabek Sawah Tangah diberi pula satu pucuk pimpinan yaitu Penghulu dengan gelar Datuk Bendahara Kuning, berkedudukan di kubu raja Lima Kaum.
Setelah teratur nagari Limo Kaum Dua Belas Koto itu, maka senanglah Hati Ninik Parapatiah nan Sabatang dan beliau kembali ke Pariangan Padang Panjang.
Sumber : Buku Curaian Adat Minangkabau
Penerbit : Kristal Multimedia Bukittinggi
Emoticon